ARSIP, ARSIP MANUAL DAN ARSIP ELEKTRONIK
A. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN ARSIP ELEKTRONIK
ISO Standard 15489-1 memberikan tiga prinsip berikut
dalam program manajemen
arsip.
1.
Arsip dibuat, diterima dan digunakan dalam pelaksanaan aktivitas
bisnis. Untuk mendukung keberlangsungan bisnis,
kepatuhan terhadap peraturan yang ada,
organisasi harus menciptakan dan memelihara arsip yang otentik, reliabel dan dapat digunakan, serta
melindungi integritas arsip tersebut sepanjang
diperlukan.
2.
Aturan-aturan bagi penciptaan dan pengkapturan arsip dan metadata harus dipadukan ke dalam
prosedur-prosedur yang mengatur semua proses
bisnis yang membutuhkan bukti bagi aktivitasnya.
3.
Perencanaan keberlangsungan bisnis dan langkah-langkah kontigensi harus menjamin bahwa arsip-arsip yang
vital bagi berjalannya fungsi organisasi
diidentifikasi sebagai bagian dari analisis risiko dan dilindungi serta dapat dipulihkan bila diperlukan.
Di
samping itu, standar tersebut mensyaratkan beberapa karakteristik berikut agar suatu sistem pengelolaan
arsip dapat beroperasi secara efektif dan
efisien.
a.
Andal
Sistem pengelolaan arsip harus dapat:
1) menjaring (capture) secara rutin semua arsip
dari seluruh kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi;
2) menata arsip dengan cara yang mencerminkan proses
kegiatan organisasi;
3) melindungi arsip dari perubahan atau penyusutan oleh
pihak yang tidak berwenang;
4) berfungsi secara rutin sebagai sumber utama dari
informasi tentang kegiatan yang terekam dalam arsip;
5) menyediakan akses terhadap semua arsip berikut
metadatanya.
b.
Utuh
Sistem
pengelolaan arsip harus dilengkapi dengan sarana pengendali sehingga
mampu mencegah akses, perubahan, pemindahan atau pemusnahan arsip dari
pihak yang tidak berwenang.
c.
Sesuai peraturan
Sistem
pengelolaan arsip harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,
standar, pedoman dan petunjuk teknis yang terkait.
d.
Menyeluruh
Sistem
pengelolaan arsip harus mampu mengelola seluruh arsip yang diciptakan
organisasi dalam bentuk corak apa pun.
e.
Sistematik
Sistem
pengelolaan arsip harus mengelola arsip sejak penciptaan hingga penyusutan
yang pelaksanaannya secara sistematis mengacu pada rancang bangun dan
pengoperasian yang terpadu antara sistem kearsipan dan sistem kegiatan
organisasi. Selain itu, sistem pengelolaan arsip dinamis juga harus
memiliki kebijakan, pembagian tanggung jawab dan metode yang akurat
untuk kepentingan pengelolaannya sebagai sebuah sistem.
B. PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGELOLAAN ARSIP
Terdapat
dua pendekatan utama dalam pengelolaan arsip, yakni pendekatan daur hidup
(life cycle) dan kontinum arsip (records continuum).
1.
Pendekatan Daur Hidup Arsip (Life Cycle)
Selama
beberapa dekade mode daur hidup mendominasi praktik pengelolaan arsip di
dunia internasional. Secara ringkas pendekatan ini berpendapat bahwa arsip
menjalani suatu seri berurutan mulai dari fase kelahirannya sebagai
arsip (penciptaan), diikuti dengan fase kehidupan aktifnya (pemeliharaan
dan penggunaan) dan selanjutnya fase penentuan nasib akhirnya (yakni
simpan sebagai arsip statis, dimusnahkan atau diserahkan ke pihak lainnya) yang
ditetapkan oleh pemerintah (arsip nasional) dengan melakukan penilaian
terhadap nilai legal, finansial, historikal, kurtural, terhadap arsip
tersebut. Terdapat pula yang membagi fase daur hidup tersebut ke dalam 5
fase utama, yakni penciptaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan dan penyusutan.
Dalam setiap fase ini terdapat berbagai elemen dan aktivitas.
Pada akhir daur hidup awal ini, arsip akan memasuki
daur hidup kedua, yakni daur hidup sebagai arsip statis. Di sini
terdapat aktivitas penilaian arsip yang bernilai jangka panjang,
selanjutnya diakuisisi, diberi informasi (deskripsi), dipelihara dan
disediakan untuk diakses oleh masyarakat.
Gambar 1.2.
Pendekatan Daur Hidup
Namun demikian, terdapat pendapat bahwa pendekatan ini
hanya memadai untuk dipakai terhadap arsip-arsip berbasis kertas dan
tidak sesuai untuk menangani arsip dalam era informasi di mana arsip
semakin virtual, dinamis serta tergantung pada teknologi. Keberadaan
arsip konvensional dan arsip elektronik saat ini merupakan tantangan
bagi penerapan model daur hidup ini.
Fokus
dari pendekatan daur hidup arsip adalah proses-proses rutin. Hanya
sedikit pertimbangan yang diberikan mengenai arsip-arsip apa yang perlu
diciptakan, dan bagaimana arsip-arsip tersebut dikaptur dan dikelola, diberi
bentuk serta konteksnya. Pada arsip konvensional, isi, struktur dan konteks
dari arsip akan terlihat dengan sendirinya, sedangkan pada arsip elektronik
hal ini tidak demikian. Oleh karena itu, praktik pengelolaan arsip harus
juga mempertimbangkan konteks, struktur dan isi dari suatu arsip untuk dikaptur
sebagai bukti dari aktivitas bisnis di mana ia dihasilkan.
Mungkin kekurangan yang paling signifikan dari
penerapan pendekatan daur hidup arsip dalam lingkungan bisnis secara
elektronik yang dinamis saat ini adalah cara bagaimana ia menangani
penilaian dan penyusutan arsip. Kenyataan yang ada adalah sebagai
berikut.
a. Volume arsip elektronik yang sangat banyak dan
kenyataan bahwa kebanyakan berada di luar sistem pengelolaan arsip
tradisional, yakni disimpan di PC, laptop, database, server surat
elektronik.
b. Bahwa arsip-arsip tersebut dapat dengan mudah
dimanipulasi, diubah atau dihilangkan tanpa terlacak. Penilaian
dan penetapan status akhir dari arsip-arsip tersebut pada fase akhir
daur hidupnya sulit untuk dilakukan atau kalaupun arsip-arsip ada, integritas
dan reliabilitas arsip-arsip tersebut mungkin tidak memadai lagi untuk
memenuhi ketentuan sebagai bukti atau informasi baik untuk saat ini maupun
masa mendatang.
2.
Pendekatan Records Continuum
Records
continuum merupakan pendekatan
alternatif untuk pengelolaan arsip, apa pun formatnya, yang dikembangkan
oleh para peneliti dari Monash University. Australian Standard AS
3490-1996 mendefinisikan istilah records continuum sebagai. “…, the whole extent of a record’s
existence. Refers to
a consistent and coherent regime of management processes from the the
time of the creation of records (and before creation, in the design of
recordkeeping systems), through to the preservation and use of records
as archives” (“...., seluruh eksistensi arsip. Merupakan suatu rejim manajemen arsip yang
konsisten dan koheren mulai dari saat penciptaan arsip (dan bahkan
sebelum penciptaan, dalam perancangan sistem pengelolaan arsip), hingga
preservasi dan penggunaan arsip tersebut sebagai arsip statis”) Pendekatan records continuum memfokuskan pada
manajemen arsip sebagai suatu proses yang berkelanjutan. Ia memandang
perlunya mengelola arsip dari perspektif aktivitas-aktivitas yang
didokumentasikannya, bukan memvisualisasikannya sebagai tahap-tahap yang
berurutan, seperti yang dianalogikan oleh pendekatan daur hidup. Dengan
menempatkan penyusutan sebagai tahap terakhir dari daur hidup suatu
arsip, pendekatan daur hidup tidak menekankan perlunya untuk merancang
sistem yang dapat memastikan pengkapturan arsip-arsip yang memiliki nilai
jangka panjang di awal fasenya.
Masalah ini menjadi sangat penting dengan semakin
meningkatnya volume informasi yang diciptakan dan disimpan dalam format
elektronik. Kecuali jika dilakukan kontrol pada saat pengkapturan bukti
dari aktivitas bisnis yang menyatu dengan sistem pengelolaan arsip
organisasi yang bersangkutan, informasi yang relevan atau
elemen-elemennya dapat diubahubah atau dihapus.
Records
continuum melihat pengelolaan
arsip sebagai suatu proses yang berkelanjutan yang dapat terjadi lintas
beberapa dimensi. Proses dan perkembangan arsip ini terbentuk dari
aktivitas-aktivitas bisnis sejak dari suatu arsip dibuat. Ia
mempertimbangkan sejak awal arsip-arsip apa yang perlu diciptakan untuk
memberikan bukti dari suatu aktivitas bisnis atau transaksi. Ia melihat
sistem-sistem dan aturan-aturan apa yang diperlukan untuk menjamin bahwa
arsip-arsip tersebut dikaptur ke dalam suatu sistem pengelolaan arsip
dan dipelihara (meliputi akses, keamanan, dan penyimpanan) sesuai dengan
nilai dari arsip-arsip tersebut sebagai bukti bagi korporasi dan untuk
tujuan-tujuan kemasyarakatan. Oleh karenanya, pendekatan ini bersifat
fleksibel dan memungkinkan tindakan penilaian dan penyusutan dilakukan kapan
pun diperlukan, di saat awal, saat proses pemeliharaan atau saat sistem
tersebut berakhir atau digantikan.
Pendekatan ini juga mengakui bahwa data kontekstual dan
data struktural yang ditambahkan pada dokumen atau arsip elektronik
untuk menjamin kelengkapannya sebagai bukti dari aktivitas bisnis perlu
dikaptur. Dalam hal ini, records continuum melihat arsip dalam empat
dimensi, yaitu sebagai berikut.
a. Penciptaan dokumen – penciptaan arsip atau dokumen
(isi).
b. Penciptaan data kontekstual dan struktural – penciptaan
metadata (yakni data yang menunjukkan konteks dari dokumen tersebut dan
struktur atau bentuknya serta bagaimana ia berelasi dengan arsip-arsip
atau entitasentitas lainnya). Hasil dari proses ini adalah suatu arsip
yang „lengkap‟.
c. Pengkapturan ke dalam memori korporasi – pengkapturan
arsip ke dalam sistem pengelolaan arsip yang resmi yang menyediakan
fasilitas penyimpanan, temu balik dan penggunaan arsip, umumnya bagi pengguna
dalam organisasi yang bersangkutan.
d. Pengkapturan ke dalam memori masyarakat atau memori
kolektif – pengkapturan dan penggunaan arsip yang dibutuhkan untuk
akuntabilitas masyarakat atau referensi (misalnya penyerahan ke arsip nasional
untuk dibuatkan jalan masuk dan dibuka aksesnya bagi masyarakat).
Pendekatan records continuum memberikan suatu pendekatan yang terpadu terhadap pengelolaan arsip, khususnya arsip elektronik, di mana manajemen dan administrasi terhadap arsip dapat dibagi oleh para pengguna akhir (end user), staf bagian arsip, dan staf bagian teknologi informasi.
The
Records Continuum model presents an overview of the recordkeeping dynamic that
transcends time and space. Adapted from the Records Continuum diagram originally
developed by Frank Upward, Senior Lecturer at Monash University.
Gambar
1.3.
Pendekatan
Records Continuum
C. TEKNIK PENGELOLAAN DOKUMEN SECARA MANUAL
Arsip Konvesional (Manual)
Arsip Konvensional adalah arsip yang
informasinya terekam dalam media kertas berupa tulisan tangan atau ketikan;
Arsip Media Baru adalah arsip yang informasinya direkam dalam media magnetik. Kekurangan
dan kelebihan Arsip Konvensional dan Arsip Media Baru,
Kekurangan Arsip Konvensional, diantaranya :
1.
Jumlah arsip selalu bertambah,
2.
Investasi media penyimpanan
3.
Tempat penyimpanan yang terbatas, butuh ruang
penyimpanan yang luas.
4.
Pencarian kembali dokumen yang rumit,
Inefisiensi kerja.
5.
Kertas mudah rusak.
6.
Pendistribusian dokumen antar pegawai yang
kurang cepat dan efektif.
Kelebihan Arsip Konvensional, diantaranya :
1.
Tidak tergantung pada hubungan listrik.
2.
SDM tidak harus mampu mengoperasikan komputer.
3.
Aman terhadap virus computer
Siklus
Hidup Arsip Manual
Barber
(2000) menjelaskan bahwa saat ini hampir sebagian organisasi besar masih
menggunakan atau mengelola arsip secara manual, karena dokumen yang dikelola,
berupa kertas, CD, maupun media fisik lainnya masih banyak dilakukan. Hal
inilah yang menjadikan pengelolaan arsip secara manual masih relevan dibahas
pada era digital saat ini.
Dalam pengelolaan arsip
manual dikenal dengan model siklus hidup arsip (life cycle model).
1.
Penciptaan arsip
Tahap ini merupakan tahapan dasar guna mengontrol perkembangan
dokumen dan menetapkan aturan main bagaimana sebuah dokumen akan dikelola
sesuai dengan nilai manfaanya bagi organisasi. Termasuk dalam tahapan ini
adalah pengembangan dan penyusunan formulir baru bagi organisasi, seperti
formulir pengaduan pelanggan tentunya berbeda dengan formulir pemesanan barang.
2.
Pemanfaatan arsip
Tahap kedua merupakan tahapan implementasi dari aturan main yang
telah disusun pada tahap sebelumnya, yaitu bagaimana mengefisienkan proses
retrieval maupun pendistribusian arsip kepada pihak yang berkepentingan,
termasuk bagaimana pergerakan (flow of work) dokumen sangat mempengaruhi
kualitas informasi yang dikandungnya.
3.
Penyimpanan arsip
Tahap ini merupakan perlakuan terhadap dokumen setelah pemanfaatan
dilakukan oleh sebuah organisasi. Bagi dokumen aktif dengan frekuensi
penggunaan lebih dari 12 kali dalam setahun, perlu diberikan perhatian dalam
pemanfaatannya, yang meliputi bagaimana membuat prosedur penyimpanan,
penggunaan peralatan filing maupun tenaga penyimpan menjadi efisien. Mengenai
tenaga mengelola dokumen patut dipertimbangkan penggunaan
4.
Retrieval
Tahap menitikberatkan pada lokasi dokumen maupun arsip yang
dimaksud dan melacaknya apabila tidak kembali dalam jangka waktu tertentu.
Proses ini lebih mudah diilustrasikan dengan sistem retrieval yang lazim
digunakan pada perpustakaan umum. Pengklasifikasian beserta lokasi yang tepat
telah ditunjukkan dalam kartu indeks.
5.
Disposisi
Tahapan
ini berupa pemeliharaan dokumen yang dianggap penting ke lokasi yang dianggap
tepat untuk menyimpannya, termasuk pemusnahan dokumen bila dirasa memenuhi asas
cukup untuk dimusnahkan
Menurut Basuki
(2003), ada 4 metode pemusnahan dokumen inaktif, yaitu :
1. Pencacahan.
Metode ini lazim digunakan di Indonesia untuk memusnahkan dokumen
dalam bentuk kertas dengan menggunakan alat pencacah yang dinamakan shredden.
2. Pembakaran.
Metode ini sangat populer pada masa lalu karna dianggap paling
aman. Saat ini metode pembakaran kurang populer karena dianggap kurang
bersahabat dengan lingkungan.
3. Pemusnahan kimiawi.
Metode ini memusnahkan dokumen dengan menggunakan bahan kimiawi
yang dapat melunakkan kertas dan melenyapkan tulisan.
4. Pembuburan.
Metode ini merupakan metode ekonomis, aman, bersih, nyaman, dan tak
terulangkan. Metode ini banyak digunakan oleh bank dan organisasi lain yang
menuntut pengamanan yang tinggi.
Pemilihan metode bisa menggunakan pertimbangan di bawah ini:
·
Jumlah
volume dokumen inaktif yang akan dimusnahkan
·
Jenis
dan ukuran dokumen inaktif yang akan dimusnahkan, bila jenisnya beragam, dapat
dipilih metode yang mampu memusnahkan ke semuanya dengan cara yang paling
efesien dan efektif
·
Persentase
dokumen inaktif yang bersifat rahasia dan akan dimusnahkan
·
Peraturan
pemerintah mengenai standar lingkungan berkaitan dengan pemusnahan dokumen
inaktif
·
Penyedia
jasa layanan pemusnahan dokumen yang dapat di perbandingkan dengan biaya
pemusnahan yang dilakukan secara mandiri
·
Nilai
jual dari dokumen inaktif yang akan dimusnahkan apabila bukan merupakan dokumen
rahasia.
Dokumen inaktif yang
tidak dimusnahkan akan diserahkan ke depo arsip dan namanya berubah menjadi
arsip statis. Sebelum dipindahkan, dokumen terebut harus dicatat dulu pada
daftar dokumen inaktif yang dipindahkan berdasarkan berkas. Yang dicatat ialah
organisasi yang memindahkan, judul berkas, tanggal bulan dan tahunnya, bentuk
fisik dokumen, dan volume dalam meter kubik. Seperti biasanya, pemindahan
dokumen tersebut dilakukan dengan cara membuat berita acara pemindahan.
D. TEKNIK PENGELOLAAN DOKUMEN SECARA ELEKTRONIK
Arsip Digital (Elektronik)
Arsip Elektronik atau sering disebut
juga arsip digital merupakan arsip yang sudah mengalami perubahan bentuk fisik
dari lembaran kertas menjadi lembaran elektronik. Proses konversi arsip dari lembaran kertas
menjadi lembaran elektronik disebut alih media.
Proses alih media menggunakan perangkat komputer yang dibantu dengan
perangkat scanner kecepatan tinggi.
Hasil alih media
arsip disimpan dalam bentuk file-file yang secara fisik direkam dalam media
elektronik seperti Harddisk, CD, DVD dan lain-lain. Penyimpanan file-file ini dilengkapi dengan
Database yang akan membentuk suatu sistem arsip elektronik yang meliputi
fasilitas pengaturan, pengelompokan dan penamaan file-file hasil alih media.
Sistem
arsip elektronik merupakan otomasi dari sistem arsip manual. Maka sistem arsip elektronik sangat
tergantung dengan sistem arsip manual, dengan kata lain sistem arsip elektronik
tidak akan terbentuk tanpa ada sistem arsip manual.
Manfaat Arsip Elektronik:
1.
Cepat ditemukan dan memungkinkan pemanfaatan
arsip atau dokumen tanpa meninggalkan meja kerja.
2.
Pengindeksan yang fleksibel dan mudah
dimodifikasi berdasarkan prosedur yang telah dikembangkan akan menghemat
tenaga, waktu dan biaya.
3.
Pencarian secara full-text, dengan mencari file
berdasarkan kata kunci maupun nama dan
menemukannya dalam bentuk full text dokumen.
4.
Kecil kemungkinan file akan hilang, hal ini
karena kita hanya akan melihat di layar monitor atau mencetaknya tanpa dapat
mengubahnya. Kita dapat mencarinya bedasarkan kata atau nama file jika tanpa
sengaja dipindahkan. Tentunya ada prosedur unutk membackup ke dalam media lain,
misalnya CD atau external hard disk.
5.
Mengarsip secara digital, sehingga risiko
rusaknya dokumen kertas atau buram karena usia dapat diminimalisir karena
tersimpan secara digital. Juga berisiko akan berpindahnya dokumen ke folder
yang tidak semestinya tau bahkan hilang sekalipun akan aman karena disimpan
secara digital.
6.
Berbagai arsip secara mudah, kerena berbagi
dokumen dengan kolega maupun klien akan mudah dilakukan memalui LAN bahkan
internet.
7.
Meningkatkan keamanan, karena mekanise kontrol
secara jelas dicantumkanpada buku pedoman pengarsipan secara elektronis, maka
orang yang tidak mempunyai otorisasi relatif sulit untuk mengaksesnya.
8.
Mudah dalam melakukan recovery data, dengan
memback-up data ke dalammedia penyimapanan yang compatible. Bandingkan dengan
men-recoverydokumen kertas yang sebagian terbakar atau terkena musibah banjir
ataupunpencurian, pemback-upan akan sulit dilakukan lagi.
Proses Penciptaan Arsip Elektronik
Proses penciptaan arsip dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1.
Penciptaan
secara elektronik atau otomasi.
Penciptaan
secara elektronik atau otomasi adalah menciptakan arsip elektronik
dengan menggunakan alat yang bersifat elektronik, seperti camera digital,
perekam suara, perekam video dan khususnya komputer.
2.
Penciptaan
arsip dengan cara transformasi digital.
Proses penciptaan arsip dengan transformasi
digital sering disebut proses digitalisasi, dimana digitalisasi mempunyai arti
secara umum adalah proses penciptaan arsip elektronik dari arsip konvensional
dengan tujuan untuk melindungi arsip konvensional dari kerusakan secara fisik
Proses ini memerlukan beberapa tahapan,
yang masing-masing tahap akan memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi, untuk
menjaga keotentikan arsip elektronik yang dihasilkan. Selain melalui beberapa
tahapan, proses penciptaan arsip elektronik
memerlukan peralatan yang handal dan ruang simpan yang besar.
Proses
penciptaan arsip konvensional ke arsip elektronik melalui beberapa tahapan
berikut:
1). Tahap
Pemilihan
Dalam tahap pemilihan ini perlu
diperhatikan beberapa hal antara lain : Waktu,. Kegunaan, Informasi dan
penyelamatan. Pemilihan berdasarkan waktu berarti arsip dipilih berdasarkan
pada waktu pengeloaan arsip. Pemilihan berdasarkan kegunaan, berarti arsip
dipilih berdasarkan seberapa tingkat
penggunaan arsip, sering digunakan apa tidak. Pemilihan berdasarkan informasi berarti
pemilihan arsip dengan mempertimbangkan isi kandungan informasi arsip. Dan pemilihan berdasar penyelamatan
berarti pemilihan dengan memperhatikan
kondisi fisik arsip, semakain buruk kondisi fisik arsip, semakin cepat untuk
diselamatkan.
2). Tahap Pemindaian
Arsip
setelah dipilih kemudian tahap berikutnya dilakukan pemindaian arsip, pada
prinsipnya pemindaian arsip hanya dapat dilakukan satu kali saja, sehingga
proses pemindaian dilakukan dengat cermat, tepat dan dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan master arsip elektronik.
3).
Tahap Penyesuaian
Nama
file dari hasil proses pemindaian biasanya berupa nama default pemberian mesin
yaitu tergantung mesin pemindai yang digunakan. Salah satu nama yang umum
adalah “scanxxxxx” dengan “xxxxx” adalah nomor urut pemindaian. Nama file
tersebut tidak mencerminkan isi dari arsip. Sehingga perlu dilakukan
penyesuaian nama file dengan mengikuti
jenis arsip, fond arsip, nomor urut daftar, nomor urut arsip dan nomor urut
lembar arsip.
4).
Tahap pendaftaran
Setelah
arsip hasil pemindaian disesuikan dengan
arsip aslinya, maka baru dilakukan pendaftaran atau pembuatan daftar.
Dalam daftar yang dibuat dicantumkan informasi tentang nomor urut arsip dan
disesuaikan dengan daftar pertelaan arsip (DPA). Informasi tersebut diperlukan
untuk menjamin keaslian dari arsip elektronik yang dihasilkan dan menjaga dari
kemungkinan pemalsuan, karena salah satu ciri arsip yang baik adalah asli dan
autentik tercapai.
5) Tahap pembuatan berita acara
Dalam
tahap ini adalah pembuatan berita acara proses digitalisasi dari arsip
konvensional kedalam arsip elektronik.
Dalam tahap ini mencantumkan penanggungjawab pelaksanaan dan legalisasi dari
pejabat yang berwenang, jenis perangkat keras yang digunakan detail dan jenis
komputer yang digunakan.
Sistem Penyimpanan dan Temu Balik
Arsip Elektronik:
Dalam
perkembangan pengelolaan arsip, para praktisi kearsipan tentu saja sangat memahami akan pentingnya sebuah arsip.
Bukan hanya dilihat dari bentuk fisiknya saja, melainkan dari sisi informasi
yang terkandung dalam arsip tersebut. Hal ini yang memacu para praktisi
kearsipan untuk selalu mencari pola pengeloaan yang tepat dan efisien untuk
dapat mengelola arsip-arsip tersebut. Pengelolaan arsip bukan hanya terbatas
pada keamanan penyimpanan, namun juga mengarah pada manajemen penempatan,
sehingga akan mempermudah proses temu kembali arsip apabila suatu saat arsip
dibutuhkan oleh pengguna.
Saat
ini para praktisi kearsipan telah banyak beralih dari media penyimpanan yang
bersifat konvensional berupa fisik (hard copy) kedalam media elektronik (soft
copy), hal ini dilakukan karena pertimbangan efisiensi.
Menurut
National Archives and Record Administration (NASA) USA, Arsip elektronik
merupakan arsip-arsip yang disimpan dan diolah di dalam suatu format dimana
hanya computer yang dapat memprosesnya, oleh karena itu arsip elektronik
seringkali dikatakan sebagai Machine Readable Record.
Proses
penyimpanan data secara sederhana adalah data disimpan dengan didasarkan pada
aplikasi dan jenis informasi. Suatu file data bisa terdiri dari satu record
atau lebih. Penyimpana file diatur dalam direktori yang diciptakan dan diolah
oleh sistem operasi. Direktori dapat mempunyai funsi sebagai daftar isi untuk
media yang bersangkutan.
Sistem
penyimpanan arsip elektronik dapat dilakukan dalam berbagai bentuk media
penyimpanan, antara lain:
a.
Media
Magnetik (magnetic Media)
b.
Disk
Magnetik (magnetic disk)
c.
Pita
magnetik (magnetic tape)
d.
Kaset
(cassette)
e.
Media
optik ( Optical Media)
Sumber:
http://repository.ut.ac.id/4158/1/ASIP4429-M1.pdf
Komentar
Posting Komentar
Untuk kesan, pesan, dan saran bisa dikirimkan melalui kolom komentar yaaa :)